Biografimotor utama Muhammadiyah ini jelas memiliki makna tersendiri, menyambut usia ormas ini yang ke-100 tahun hijriyah. Mereka Ia memperdalam berbagai ilmu agama pada Kiai Mohammad Nur, KH Said, Kiai Muchsin, Kiai Abdulhamid, KH Dahlan, Syekh Mohammad Jamil Jambek, dan R Ngabehi Sosrosugondo. Menginjak usia 34, tahun 1902, Kiai Dahlan
l Kang Said atau yang memiliki nama lengkap KH. said Agil Siradj merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang pernah menduduki ketua umum PBNU. Beliau lahir pada 03 Juli 1953, di Desa Kempek, Palimanan, Cirebon. Beliau merupakan putra kedua dari lima bersaudara, dari pasangan KH. Aqiel Sirodj dengan Hj. Afifah binti KH. Soleh Harun pendiri Pondok Pesantren Kempek. Saudara-saudara beliau diantaranya, KH. Ja’far Shodiq, KH. Muhamad Musthofa, KH. Ahsin Syifa dan KH. Ni’ Said Aqil Siradj melepas masa lajangnya dengan menikah Nyai. Nur Hayati Abdul Qodir. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai empat orang anak, diantaranya, Muhammad Said Aqil, Nisrin Said Aqil, Rihab Said Aqil, dan Aqil Said Said Aqil Siradj kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur pesantren. kepada ayahandanyalah, mula-mula ia mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kiai Aqil sendiri merupakan putra Kiai Sirodj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda.“Ayah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokok pun kadang tak mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu,” kenang Kiai Said dalam buku Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah mengaji dengan ayahanda maupun ulama di sekitar Cirebon ia rampungkan, dan umur dirasa sudah cukup, Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH. Abdul Karim Mbah Manaf. Di Lirboyo, ia belajar dengan para ustadz dan kiai yang merawat santri, seperti KH. Mahrus Ali, KH. Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad selesai di tingkatan Aliyah, ia melanjutkan kuliah di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo. Namun kemudian ia pindah menuju Kota Mataram, menuju Ngayogyokarta Hadiningrat. Di Yogya, Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah bimbingan KH. Ali Maksum Rais Aam PBNU 1981-1984. Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang ketika itu KH. Ali Maksum menjadi Guru Besar di kampus yang saat ini sudah bertransformasi menjadi UIN sudah begitu, ia masih saja merasa belum puas belajar di dalam negeri. Ditemani istrinya, Nurhayati, pada tahun 1980, ia pergi ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari sarjana hingga doktoral. Di Makkah, setelah putra-putranya lahir, Kang Said – panggilan akrabnya – harus mendapatkan tambahan dana untuk menopang keluarga. Beasiswa dari Pemerintah Saudi, meski besar, dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut. Ia kemudian bekerja sampingan di toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini, Kang Said bekerja membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli yang kecilnya di Tanah Hijaz juga sering berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah. “Pada waktu itu, bapak kuliah dan sambil bekerja. Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat pengeluaran dan mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,” ungkap Muhammad Said, putra sulung Kang keteguhannya hidup ditengah panasnya cuaca Makkah di siang hari dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan “tanah Jahiliyyah” ini, ia menyelesaikan karya tesisnya di bidang perbandingan agama mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus. Kemudian, setelah 14 tahun hidup di Makkah, ia berhasil menyelesaikan studi S-3 pada tahun 1994, dengan judul Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf al-Falsafi Relasi Allah SWT dan Alam Perspektif Tasawuf. Pria yang terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya – diantara para intelektual dari berbagai dunia – dengan predikat Kang Said mendapatkan gelar doktor pada 1994, ia kembali ke tanah airnya Indonesia. Kemudian Gus Dur mengajaknya aktif di NU dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib Aam PBNU dari Muktamar ke-29 di Cipasung. Ketika itu, Gus Dur mempromosikan Kang Said dengan kekaguman “Dia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan disertasi lebih dari 1000 referensi” puji Gus hari, Kang Said juga banyak memuji Gus Dur. “selain cakap dan cerdas, beliau juga sosok yang berani” ujarnya dalam Simposium Nasional Kristalisasi Pemikiran Gus Dur, 21 November 2011 lama akrab dengan Gus Dur, banyak kiai yang menganggap Kang Said mewarisi pemikiran Gus Dur. Salah satunya disampaikan oleh KH. Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ketika kunjungannya di kantor PBNU pada 25 Juli 2011. Kunjungan waktu itu, merupakan hal yang spesial karena pertama kalinya kiai khos itu berkunjung ke PBNU – di dampingi KH An’im Falahuddin Mahrus Lirboyo. Kiai Nawawi menganggap bahwa Kang Said mirip dengan Gus Dur, bahkan dalam bidang ke-nyelenehan-nya.“Nyelenehnya pun juga sama,” ungkap Kiai Nawawi. “Terus berjuang di NU tidak ada ruginya. Teruslah berjuang memimpin, Allah akan selalu meridloi,” tegas Kiai Nawawi kepada orang yang diramalkan Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU di usia lebih dari 55 tahun menjadi mahasiswa, Kang Said terlibat aktif di organisasi Nahdlatul Ulama NU, di antaranya adalah menjadi Sekertaris PMII Rayon Krapyak Jogjakarta 1972-1974, Yogyakarta, dan menjadi Ketua Keluarga Mahasiswa NU KMNU Mekah pada tahun 1983-1987. Selain menjadi pengurus organisasi, ia juga mempunyai kegiatan lainnya, menjadi tim ahli bahasa Indonesia dalam surat kabar harian Al-Nadwah Mekkah di tahun 1991Sekembalinya dari Timur Tengah, bukan menjadi menurun, Kang Said malah makin aktif dalam dunia nasional. Keahliannya dalam kajian keislaman, membuatnya diminta menjadi dosen di berbagai kampus di dalam negeri. Di antaranya dia tercatat sebagai dosen di Institut Pendidikan Tinggi Ilmu Alquran PTIIQ, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada tahun 1995. Bahkan dua tahun kemudian ia menjadi Wakil Direktur Universitas Islam hanya itu, Kang Said juga dipercaya menjadi Penasehat Gerakan Anti Diskriminasi Indonesia Gandi yang bergerak dalam raung lingkup lintas agama dan anti diskriminasi
TEMPATMAGANG. ALAMAT INSTANSI/ PERUSAHAAN Jl. Raya Solo-Sragen Km. 7 Palur, Karanganyar 57102 Jl. Dr. Radjiman No. 164 Surakarta 57151 Dagen, Palur, Karanganyar Jl. Raya Solo Baru B. 18 Grogol, Sukoharjo Jl. Setia Budi No. 89 Gumunggung Surakarta Desa Sanggrahan, Grogol Sukoharjo Jln.
Tak kenal maka tak sayang. Barangkali peribahasa itu tepat untuk menggambarkan keadaan Indonesia akhir-akhir ini, dimana orang tak hanya tak kenal dan tak sayang, tetapi bahkan justru memfitnah, membenci dan memaki, dengan orang yang belum dikenalnya di media. Tak terkecuali, berbagai fitnah, berita palsu hoax dan makian yang dialamatkan kepada Prof Dr KH Said Aqil Siradj, MA, Ketua Umum Ormas Islam terbesar di dunia Nahdlatul Ulama NU.Untuk itu, tulisan ini sedikit mengupas profil beliau, sosok santri yang dulu pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia MWA UI itu dinobatkan oleh Republika sebagai Tokoh Perubahan Tahun 2012 karena kontribusinya dan komitmennya dalam mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dan berperan aktif dalam perdamaian dunia, khususnya di kawasan Timur Tengah. ***Ketika usia negara ini masih belia – delapan tahun – dan para pendiri bangsa baru beberapa tahun menyelesaikan “status kemerdekaan” Indonesia di Konferensi Meja Bundar KMB pada 1949, di sebuah desa bernama Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, senyum bahagia KH Aqil Siroj mengembang. Tepat pada 3 Juli 1953, Pengasuh Pesantren Kempek itu dianugerahi seorang bayi laki-laki, yang kemudian diberi nama kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur pesantren. Dengan ayahandanya sendiri, ia mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kiai Aqil sendiri – Ayah Said – merupakan putra Kiai Siroj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda. “Ayah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokok pun kadang tak mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu,” kenang Kiai Said dalam buku Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah Kebangsaan Khalista 2015.Setelah merampungkan mengaji dengan ayahanda maupun ulama di sekitar Cirebon, dan umur dirasa sudah cukup, Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH Abdul Karim Mbah Manaf. Di Lirboyo, ia belajar dengan para ustadz dan kiai yang merawat santri, seperti KH Mahrus Ali, KH Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad selesai di tingkatan Aliyah, ia melanjutkan kuliah di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo. Namun kemudian ia pindah menuju Kota Mataram, menuju Ngayogyokarta Hadiningrat. Di Yogya, Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah bimbingan KH Ali Maksum Rais Aam PBNU 1981-1984. Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang ketika itu KH Ali Maksum menjadi Guru Besar di kampus yang saat ini sudah bertransformasi menjadi UIN merasa belum puas belajar di dalam negeri. Ditemani istrinya, Nurhayati, pada tahun 1980, ia pergi ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari sarjana hingga doktoral. Di Makkah, setelah putra-putranya lahir, Kang Said – panggilan akrabnya – harus mendapatkan tambahan dana untuk menopang keluarga. Beasiswa dari Pemerintah Saudi, meski besar, dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut. Ia kemudian bekerja sampingan di toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini, Kang Said bekerja membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli yang kecilnya di Tanah Hijaz juga sering berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah. “Pada waktu itu, bapak kuliah dan sambil bekerja. Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat pengeluaran dan mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,” ungkap Muhammad Said, putra sulung Kang keteguhannya hidup ditengah panasnya cuaca Makkah di siang hari dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan “tanah Jahiliyyah” ini, ia menyelesaikan karya tesisnya di bidang perbandingan agama mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus. Kemudian, setelah 14 tahun hidup di Makkah, ia berhasil menyelesaikan studi S-3 pada tahun 1994, dengan judul Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf al-Falsafi Relasi Allah SWT dan Alam Perspektif Tasawuf. Pria yang terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya – diantara para intelektual dari berbagai dunia – dengan predikat bermukim di Makkah, ia juga menjalin persahabatan dengan KH Abdurrahman Wahid Gus Dur. “Gus Dur sering berkunjung ke kediaman kami. Meski pada waktu itu rumah kami sangat sempit, akan tetapi Gus Dur menyempatkan untuk menginap di rumah kami. Ketika datang, Gus Dur berdiskusi sampai malam hingga pagi dengan Bapak,” ungkap Muhammad Said bin Said Aqil. Selain itu, Kang Said juga sering diajak Gus Dur untuk sowan ke kediaman ulama terkemuka di Arab, salah satunya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki. Setelah Kang Said mendapatkan gelar doktor pada 1994, ia kembali ke tanah airnya Indonesia. Kemudian Gus Dur mengajaknya aktif di NU dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib Aam PBNU dari Muktamar ke-29 di Cipasung. Ketika itu, Gus Dur “mempromosikan” Kang Said dengan kekaguman “Dia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan disertasi lebih dari 1000 referensi,” puji Gus Dur. Belakangan, Kang Said juga banyak memuji Gus Dur. “Kelebihan Gus Dur selain cakap dan cerdas adalah berani,” ujarnya, dalam Simposium Nasional Kristalisasi Pemikiran Gus Dur, 21 November 2011 lama akrab dengan Gus Dur, banyak kiai yang menganggap Kang Said mewarisi pemikiran Gus Dur. Salah satunya disampaikan oleh KH Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ketika kunjungannya di kantor PBNU pada 25 Juli 2011. Kunjungan waktu itu, merupakan hal yang spesial karena pertama kalinya kiai khos itu berkunjung ke PBNU – di dampingi KH An’im Falahuddin Mahrus Lirboyo. Kiai Nawawi menganggap bahwa Kang Said mirip dengan Gus Dur, bahkan dalam bidang ke-nyelenehan-nya. “Nyelenehnya pun juga sama,” ungkap Kiai Nawawi, seperti dikutip NU Online. “Terus berjuang di NU tidak ada ruginya. Teruslah berjuang memimpin, Allah akan selalu meridloi,” tegas Kiai Nawawi kepada orang yang diramalkan Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU di usia lebih dari 55 tahun NKRI dan mengawal perdamaian duniaPada masa menjelang kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1936, para ulama NU berkumpul di Banjarmasin untuk mencari format ideal negara Indonesia ketika sudah merdeka nantinya. Pertemuan ulama itu menghasilkan keputusan yang revolusioner 1 negara Darus Salam negeri damai, bukan Darul Islam Negara Islam; 2 Indonesia sebagai Negara Bangsa, bukan Negara Islam. Inilah yang kemudian menginspirasi Pancasila dan UUD 1945 yang dibahas dalam Sidang Konstituante – beberapa tahun kemudian. Jadi, jauh sebelum perdebatan sengit di PPKI atau BPUPKI tentang dasar negara dan hal lain sebagainya, ulama NU sudah terlabih dulu pandangan dan manhaj ulama pendahulu tentang relasi negara dan agama ad-dien wa daulah itu, terus dijaga dan dikembangkan oleh NU dibawah kepemimpinan Kang Said. Dalam pidatonya ketika mendapat penganugerahan Tokoh Perubahan 2012 pada April 2013, Kiai Said menegaskan sikap NU yang tetap berkomitmen pada Pancasila dan UUD 1945. “Muktamar ke-27 di Situbondo-pen ini kan dilaksanakan di Pesantren Asembagus pimpinan Kiai As’ad Syamsul Arifin. Jadi, pesantren memang luar biasa pengaruhnya bagi bangsa ini. Meski saya waktu itu belum menjadi pengurus PBNU,” kata Kiai Said, mengomentari Munas Alim Ulama NU 1983 dan Muktamar NU di Situbondo 1984 yang menurutnya paling fenomenal dan berdampak dalam pandangan kini, peran serta NU dalam hal kebangsaan begitu kentara kontribusinya, baik di level anak ranting sampai pengurus besar, di tengah berbagai rongrongan ideologi yang ingin menggerogoti Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini tercermin dalam berbagai kegiatan dan program NU yang selalu mengarusutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam konteks ini, Kiai Said sangat berpengaruh karena kebijakan PBNU selalu diikuti kepengurusan dibawahnya – termasuk organisasi satu peran yang cukup solutif, misalnya, ketika beliau menaklukkan Ahmad Mushadeq – orang yang mengaku sebagai Nabi di Jakarta dan menimbulkan kegaduhan nasional – lewat perdebatan panjang tentang hakikat kenabian 2007. “Alhamdulillah, doa saya diterima untuk bertemu ulama, tempat saya bermudzakarah diskusi. Sekarang saya sadar kalau langkah saya selama ini salah,” aku Mushadeq. Disisi lain, Kang Said juga mengakui kehebatan Mushadeq. “Dia memang hebat. Paham dengan asbabun nuzul Al-Qur’an dan asbabul wurud Hadits. Hanya sedikit saja yang kurang pas, dia mengaku Nabi, itu saja,” jelas Kiai Said seperti yang terekam dalam Antologi NU Sejarah, Istilah, Amaliah dan Uswah Khalista & LTN NU Jatim, Cet II 2014.Kiai yang mendapat gelar Profesor bidang Ilmu Tasawuf dari UIN Sunan Ampel Surabaya ini bersama pengurus NU juga membuka dialog melalui forum-forum Internasional, khususnya yang terkait isu-isu terorisme, konflik bersenjata dan rehabilitasi citra Islam di Barat yang buruk pasca serangan gedung WTC pada 11 September 2001. Ia juga kerapkali membuat acara dengan mengundang ulama-ulama dunia untuk bersama-sama membahas problematika Islam kontemporer dan masalah Jumat, 7 Maret 2014, Duta Besar Amerika untuk Indonesia Robert O. Blake berkunjung ke kantor PBNU. Ia menginginkan NU terlibat dalam penyelesaian konflik di beberapa negara. “Kami berharap NU bisa membantu penyelesaian konflik di negara-negara dunia, khususnya di Syria dan Mesir. NU Kami nilai memiliki pengalaman membantu penyelesaian konflik, baik dalam maupun luar negeri,” kata Robert, seperti dilansir NU Online. “Sejak saya bertugas di Mesir dan India, saya sudah mendengar bagaimana peran NU untuk ikut menciptakan perdamaian dunia,” Yordania Abdullah bin Al-Husain Abdullah II juga berkunjung ke PBNU. Ia ditemui Kiai Said, meminta dukungan NU dalam upaya penyelesaian konflik di Suriah. “Di Timur Tengah, tidak ada organisasi masyarakat yang bisa menjadi penengah, seperti di Indonesia. Jika ada konflik, bedil yang bicara,” ungkap Kiai itu, menguapnya kasus SARA di Indonesia belakangan juga kembali marak muncul ke permukaan. “Munculnya kerusuhan bernuansa agama memang sangat sering kita temukan. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia harus terus belajar pentingnya toleransi dan kesadaran pluralitas. Sikap toleransi tersebut dibuktikan oleh Kaisar Ethiopia, Najashi Negus ketika para sahabat ditindas oleh orang-orang Quraisy di Mekkah dan memutuskan untuk hijrah ke Ethiopia demi meminta suaka politik kepadanya. Kaisar Negus yang dikenal sebagai penguasa beragama Nasrani itu berhasil melindungi para sahabat Nabi Muhammad SAW dari ancaman pembunuhan kafir Quraisy,” tulis Kiai Said dalam Dialog Tasawuf Kiai Said Akidah, Tasawuf dan Relasi Antarumat Beragama Khalista, LTN PBNU & SAS Foundation, Cet II, 2014.Menghadapi potensi konflik horisontal itu, NU juga tetap mempertahankan gagasan Darus Salam, bukan Darul Islam, yang terinspirasi dari teladan Nabi Muhammad dalam Piagam Madinah. Dalam naskah tersebut, nabi membuat kesepakatan perdamaian, bahwa muslim pendatang Muhajirin dan muslim pribumi Anshar dan Yahudi kota Yastrib Madinah sesungguhnya memiliki misi yang sama, sesungguhnya satu umat. Yang menarik, menurut Kiai Said, Piagam Madinah – dokumen sepanjang 2,5 halaman itu – tidak menyebutkan kata Islam. Kalimat penutup Piagam Madinah juga menyebutkan tidak ada permusuhan kecuali terhadap yang dzalim dan melanggar hukum. “Ini berarti, Nabi Muhammad tidak memproklamirkan berdirinya negara Islam dan Arab, akan tetapi Negara Madinah,” terang Kiai itu, menurutnya, faktor politis juga kerapkali mempengaruhi, bukan akidah atau keyakinan. “Seperti di masa Perang Salib, faktor politis dan ekonomis lebih banyak menyelimuti renggangnya keharmonisan kedua umat bersaudara tersebut di Indonesia. Dengan demikian, kekeruhan hubungan Islam-Kristen tidak jarang dilatarbelakangi nuansa politis yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama itu sendiri,” ungkapnya, dalam buku Tasawuf Sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi.***Ditengah agenda Ketua Umum PBNU yang sedemikian padat, Kiai Said dewasa ini diterpa berbagai fitnah, hujatan dan bahkan makian dari urusan yang remeh-temeh sampai yang menyangkut urusan negara. Ia dituduh agen Syiah, Liberal, antek Yahudi, pro Kristen, dan fitnah-fitnah lain oleh orang yang sempit dalam melihat agama dan konsep kemanusiaan dan kebangsaan. Meski demikian, ia toh manusia biasa – yang tak luput dari salah, dosa dan kekurangan – bukan seorang Nabi. Artinya, kritik dalam sikap memang wajar dialamatkan, tetapi tidak dengan hujatan, fitnah, dan berita palsu, melainkan dengan kata yang santun. Terkait hal ini, dalam suatu kesempatan ia memberi tanggapan kepada para haters-nya. Bukannya marah, Kiai Said justru menganggap para pembenci dan pemfitnah itu yang kasihan. Dan sebagai orang yang tahu seluk beluk dunia tasawuf, tentu dia sudah memaafkan, jauh sebelum mereka meminta maaf atas segenap kesalahan. Wallahu a’ Naufa Khoirul Faizun, Kader Muda NU dan Kontributor NU Online asal Purworejo, Jawa Tengah.
Beranda» Biografi Ulama » MENGENAL LEBIH DEKAT KH. SAID AQIL SIRODJ. MENGENAL LEBIH DEKAT KH. SAID AQIL SIRODJ 29 Desember 2017 Baca Juga. Tak kenal maka tak sayang. Barangkali peribahasa itu tepat untuk menggambarkan keadaan Indonesia akhir-akhir ini, dimana orang tak hanya tak kenal dan tak sayang, tetapi bahkan justru memfitnah, membenci
Daftar Isi Profil KH. Abu Bakar Shofwan Gedongan1. Kelahiran2. Wafat3. Keluarga4. Pendidikan5. Menjadi Pengasuh pesantren6. TeladanKelahiranKH. Abu Bakar Shofwan atau yang kerap disapa dengan panggilan Kiai Abu lahir pada tahun 1942, di desa Pejomblangan Kedungwuni Pekalongan. Beliau merupakan putra dari H. Shofwan Hj. Timu binti Ahmad Jaiz Kudus yang merupakan keturunan dari Sunan beliau dari jalur ayah merupakan saudara dari KH. Khalil Bangkalan. Nasab beliau diantaranya, H. Shofwan bin Muharrir bin Muhamad bin Ahmad Prawiro bin Ahsan Prawiro bin Ahmad Prawiro bin Ahmad Abu wafat pada hari Senin, 30 Mei 2016 pukul di RS Gunung Jati Cirebon. Jenazah beliau dimakamkan di pemakaman umum Gedongan tidak jauh dari makam KH. Muhamad Sa’ tahun 1969, Kiai Abu dijodohkan oleh KH. Mahrus Ali dengan Nyai Zaenab binti KH. Siradj, yaitu cucu dari KH. Muhamad Sa’id pendiri Pondok Pesantren Gedongan. Pernikahannya dengan Nyai Zaenab, Kiai Abu tidak dikaruniai Kiai Abu menikah kembali dengan Nyai Umul Banin binti H. Sanusi. Buah dari pernikahannya, beliau dikarunia tiga orang putra-putri. Anak-anak beliau diantaranya, Minnatul Maula lahir 1993, Abdul Wahhab lahir 1996, dan Ayu Fitriyah lahir 2001.PendidikanPada tahun 1949, Kiai Abu mulai masuk Sekolah Rakyat dan telah berhasil mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an 30 juz binadzar dihadapan ayahnya. Setelah itu beliau melanjutkan mengaji pada Kiai Syarif Pekalongan. Setelah mengkhatamkan al-Qur’an pada Kiai Syarif, pada tahun 1953 Kiai Abu mulai menghafal al-Qur’an di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah dibawah bimbingan Kiai Badawi dan selesai pada tahun Kiai Abu melanjutkan pendidikannya di Pesantren Lirboyo yang saat itu diasuh oleh KH. Mahrus pesantrenSejarah pendirian Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz 1 tidak terlepas dari kaitannya dengan Pondok Pesantren Gedongan yang telah dirintis oleh KH. Muhamad Said pada pertengahan abad awal didirikan, pondok pesantren ini adalah pesantren yang mengajarkan kitab-kitab salaf. Namun setelah KH. Abu Bakar Shofwan memperistri cucu KH. Muhamad Said yakni Nyai Hj. Zaenab binti KH. Siroj, ada warna baru dalam tradisi keilmuan Pondok Pesantren itu, Kiai Abu berinisiatif untuk mengambil adik perempuannya yakni Nyai Khadijah untuk dididik menghafal al-Qur’ saat itu kondisi Gedongan masih sangat sepi, geliat kegiatan keagamaan masyarakat pun belum terlalu terlihat, meskipun memang telah ada kegiatan pengajian kitab-kitab yang dibacakan oleh beberapa guru. Pada tahun 1973, Nyai Khadijah berhasil mengkhatamkan hafalan 30 juz Al-Qur’ Nyai Khadijah langsung membuat masyarakat terkesima lalu berbondong-bondong menitipkan putra-putrinya kepada Kiai Abu untuk dididik menjadi penghafal al-Qur’an. Melihat santri yang semakin banyak Kiai Abu membangun sebuah bangunan pesantren untuk menampung putra ditempatkan di langgar sedangkan santri putri ditempatkan di dalam pesantren. Seiring perkembangan jumlah santri yang terus meningkat, Kiai Abu kemudian membangun satu lokal tambahan berdekatan dengan bangunan pertama. Saat ini kedua bangunan tersebut digunakan sebagai asrama Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz II asuhan cucu Nyai Kiai Abu wafat, Madrastul Huffadz I diasuh oleh Nyai Umul Banin yakni isteri Kiai Abu. Pada awalnya bangunan yang berada di belakang rumah Nyai Umul Banin tidak diniatkan untuk membangun pesantren. Kiai Abu hanya berniat membangun 3 kamar untuk ketiga anaknya. Namun setelah dimusyawarahkan, bangunan tersebut kemudian difungsikan sebagai asrama santri Madrasatul Huffadz I. Lantai satu ditempati oleh santri putra sedangkan lantai dua ditempati oleh santri santri putra dan putri disekat oleh tembok pembatas, sehingga meskipun berada di dalam bangunan yang sama santri putra dan putri tetap terpisah. Hingga saat ini Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz I telah melahirkan ratusan alumni penghafal al-Qur’an yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia bahkan hingga ke negeri itu, menurut kesaksian KH. Aqil Siradj, Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz 1 merupakan pesantren tahfizh pertama di Abu dimata masyarakat Gedongan adalah Kiai yang bersahaja dan dekat dengan rakyat, beliau juga dikenal sebagai Kiai yang dermawan, atau orang dusun Gedongan menyebutnya dengan istilah “Kiai Loman”. Banyak orang Gedongan yang sangat menykai Kiai Abu terutamanya orang-orang yang sering bersentuhan dengan beliau seperti tukang becak, tukang nangunan dan lain sebagainya.
KHMahrus Ali lahir di Dusun Gedongan Kab Cirebon Jawa Barat, dari pasangan KH Ali bin Abdul Aziz dan Nyai Hasinah Binti Said pada tahun 1906, pada masa kecilnya dikenal dengan nama Rusdi dan merupakan anak Bungsu dari sembilan saudara, dan kakaknya yang dikenal KH Afif terlahir sebagai seorang yang cinta dan mempunyai kegemarannya dibidang ilmu pengetahuan, KH Mahrus Ali belajar langsung
Paru le 5 mai 2021 Kiosque Prix Français François GenÂdron dĂ©tient un record de longĂ©vitĂ© de 42 ans comme Ă©lu en poliÂtique quĂ©bĂ©Âcoise. Il a dirigĂ© onze minÂistères et obtenu les presÂtigieux titres de vice-preÂmier minÂistre du QuĂ©bec et de prĂ©siÂdent de l’AssemblĂ©e nationale. CepenÂdant, l’ex-dĂ©putĂ© d’Abitibi-Ouest est beauÂcoup plus que des staÂtisÂtiques. Aujourd’hui retraitĂ© de la poliÂtique, mais touÂjours très actÂif, il a accepÂtĂ© d’exposer sa vie perÂsonÂnelle et proÂfesÂsionÂnelle. Sans langue de bois, il offre sa vision de vastes pans de l’histoire du QuĂ©bec des cinquante dernières annĂ©es et il partage ses anecÂdotes avec les grands noms de la poliÂtique quĂ©bĂ©Âcoise et canaÂdiÂenne qu’il a cĂ´toyĂ©s de très près ou de loin.
BiografiKiai Moh Said Pendiri Ponpes Gedongan Cirebon Haul KH Muhammad Said Gedongan ke-91 menandakan Pesantren Gedongan ini kurang lebih sudah berumur satu abad, memang kalau dibandingkan dengan
DaftarIsi Profil KH. Ahmad Yasin Gedongan. 1. Kelahiran. 2. Wafat. 3. Keluarga. 4. Pendidikan. 5. Menjadi Pengasuh Pesantren. 6. Peranan di Nahdlatul Ulama (NU) 7. Teladan. Kelahiran. KH. Ahmad Yasin atau yang kerap disapa dengan panggilan KH. Yasin lahir pada tahun 1910 M, di Desa Padjajar Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka.
Said mendirikan Pesantren Gedongan (Ender, Astanajapura) dan KH. Saleh mendirikan Pesantren Bendakerep (Kota Cirebon). Sifat-sifat beliau antara lain rendah hati tetapi berani dalam mempertahankan kebenaran dan keadilan, lapang dada dan berpandangan jauh ke depan, berfikiran tajam, bijaksana, pemurah, suka menolong, dan pemaaf K. Abdul Jamil
alfrednobel penemu, by the year alfred nobel had become a chemist, what was bofor's main business under alfred nobel, alfred nobel menemukan dinamit pada tahun, short biography of alfred nobel, biografi alfred nobel dalam bahasa inggris, alfred bernhard nobel was a swedish chemist, engineer, innovator, and ornament
tokoh2pembaharuan islam di mesir. tesis. biografi mohammad iqbal dan pemikiran pemikirannya smile. doc makalah pemikiran agama dan politik said nursi. corat coret ku pemikiran pendidikan islam kh ahmad dahlan. pembela islam tokoh tokoh pembaharuan pendidikan islam di. tokoh tokoh pendidikan islam dari klasik ke modren. tokoh tokoh pendidikan
. a1ys4mczp5.pages.dev/980a1ys4mczp5.pages.dev/352a1ys4mczp5.pages.dev/252a1ys4mczp5.pages.dev/748a1ys4mczp5.pages.dev/598a1ys4mczp5.pages.dev/756a1ys4mczp5.pages.dev/992a1ys4mczp5.pages.dev/732a1ys4mczp5.pages.dev/209a1ys4mczp5.pages.dev/271a1ys4mczp5.pages.dev/417a1ys4mczp5.pages.dev/825a1ys4mczp5.pages.dev/427a1ys4mczp5.pages.dev/146a1ys4mczp5.pages.dev/484
biografi kh said gedongan